Selasa, 06 Maret 2012

PT JMI Janji Beri Royalti Rp400 Miliar

YOGYAKARTA– PT Jogja Magasa Iron (JMI) menjanjikan royalti penambangan pasir besi di Pesisir Kulonprogo Rp400 miliar per tahun untuk masing-masing desa.
Komisaris PT JMI Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Joyokusumo mengatakan aturan pembagian royalti atau kekayaan dalam proyek penambangan pasir besi di Kulonprogo berbeda dengan program penambangan sebelumnya. Secara nasional, untuk menghitung royalti, berasal dari hasil bersih tambang. Jadi kalau ikut cara nasional, pihak yang dapat royalti itu hanya Pemprov DIY dan pemerintah pusat. ”Tapi untuk yang pasir besi ini, ngitung-nya dari jumlah produksi. Kalau (royalti) dari hasil bersih bisa permainan perusahaan.Produksi kan tidak dikontrol semua,”katanya saat ditemui di Kepatihan Yogyakarta, kemarin.
Dari pembagian royalti dengan model itu, banyak pihak yang akan kecipratan rezeki dari penambangan pasir besi tersebut. Yang dapat royalti dari proyek ini,selain Pemprov DIY dan pemerintah pusat, Pemkab Kulonprogo beserta ratusan desanya serta kabupaten dan kota di seluruh DIY akan mendapatkan royalti itu. ”Persentasenya sendiri-sendiri. Jika full produksi per tahun maka masing-masing desa di Kulonprogo mendapatkan Rp400 miliar per tahun,” ungkapnya. Adik Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X ini menambahkan, angka Rp400 miliar per tahun itu belum termasuk dari kegiatan sosial perusahaan atau coorparate social responsibility (CSR).
”Jumlah Rp400 miliar per tahun itu baru royaltinya, belum CSR-nya loh.Semua desa di Kulonprogo mendapatkan royalti,bukan hanya desa yang ditempati (penambangan).Bisa dibayangkan Kulonprogo itu nanti menjadi kabupaten metropolitan,” paparnya. Joyokusumo menambahkan, persoalannya adalah warga belum siap menerima royalti Rp400 miliar per tahun tersebut. Indikasinya,masih ada penolakan dari warga pesisir yang tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pantai (PPLP). ”Kita sudah mundur empat tahun, mestinya tahun 2008 pabrik (penambangan) sudah berdiri. Sebetulnya yang merugi adalah masyarakat Kulonprogo sendiri,”katanya. Selain mendapat royalti, dengan adanya penambangan pasir besi, setidaknya ada empat pabrik skala besar yang akan berdiri di Kulonprogo.
Keempat pabrik itu, yakni industri pengolahan, pabrik baja, pabrik besi, dan pabrik baja khusus. ”Jika ada pabrik baja khusus, nanti ada investor yang bangun pabrik senjata dan pesawat. Bisa dibayangkan dengan empat pabrik saja Kulonprogo sudah seperti apa (majunya),” ungkapnya. Sudah banyak investor yang tertarik menanamkan modalnya dengan pabrik-pabrik tersebut. Investor luar negeri, misalnya dari Australia, Kanada, Inggris, dan lainnya. ”Intinya, ini nanti investor bisa berkembang, tidak hanya satu investor. Tapi, tetap semuanya di bawah naungan JMI sebagai perusahaan Keraton dan Paku Alaman,” tandasnya.
Dia membenarkan ada penolakan dari sebagian warga itu membuat perusahaannya merugi. Sebaiknya, warga tidak perlu menolak survei dalam rangka feasiblity study (FS). Lagi pula, yang menolak hanya sebagian kecil masyarakat, sebagian besar masyarakat Kulonprogo bisa menerimanya.” Kalau sampai nanti dihitung dan tidak feasibel, tidak usah diusir saja, kita sudah pergi sendiri kok.Kita memang merugi karena mundur terus, tapi Insya Allah bisa ditata kalau sudah berproduksi,” tandasnya.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia  (Walhi) Yogyakarta Suparlan mengingatkan lokasi penambangan pasir besi di pantai selatan Kulonprogo tersebut sebenarnya termasuk zona rawan bencana alam seperti tsunami dan banjir. ”Di peta Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) DIY,kawasan tersebut merupakan daerah rawan bencana,” katanya. Seharusnya kawasan rawan bencana tidak boleh untuk kegiatan penambangan, termasuk pasir besi. Selain berpotensi merusak area pertanian, jika penambangan pasir besi dipaksakan, maka risiko bencana alam semakin tinggi.
”Itu (penambangan) akan semakin memperparah tingkat risiko keselamatan manusia dari bahaya bencana alam seperti tsunami dan banjir,”ungkapnya. Selain itu, dengan penambangan pasir besi maka potensi intrusi atau perembesan air laut ke dalam lapisan tanah juga semakin besar. Dampak dari intrusi ini,lahan pertanian menjadi tidak subur karena sudah terkena air laut yang asin. ”Intrusi air laut semakin meningkat, lahan pertanian menjadi tidak subur karena asin,”paparnya.
Sumber : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/401175/37/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar