Senin, 27 Februari 2012

Berita Penerbangan: Bandara Adisucipto Akan Dipindah Dua lokasi dijadikan alternatif pembangunan bandara bertaraf internasional itu

Berita Penerbangan: Bandara Adisucipto Akan Dipindah Dua lokasi dijadikan alternatif pembangunan bandara bertaraf internasional itu: Bandara Adisucipto Akan Dipindah Dua lokasi dijadikan alternatif pembangunan bandara bertaraf internasional itu

Menghindari Mabuk Udara

Perjalanan panjang menggunakan jasa pesawat terbang bisa menjadi saat-saat yang menyenangkan, tetapi untuk sebagian orang, beberapa jam di dalam pesawat terbang bisa menjadi sedikit bencana. Hal ini bisa disebabkan karena rasa mual dan sakit kepala yang melanda akibat ketidakseimbangan kondisi tubuh dan stamina yang harus dipersiapkan selama perjalanan.

Kondisi mual dan mabuk perjalanan ini tentunya akan menyiksa selama perjalanan di pesawat terbang. Anda tidak bisa mencari udara segar apalagi turun dari pesawat yang telah terbang di angkasa. Untuk mencegah hal tersebut, ada beberapa cara yang bisa Anda persiapkan untuk mencegah terjadinya mabuk perjalanan di pesawat terbang.

1. Sediakan Peppermint

Aroma peppermint terbukti baik untuk mencegah rasa mual dan mabuk perjalanan. Sebelum Anda terbang, sediakan minyak aroma peppermint atau sediakan permen dengan rasa peppermint yang bisa menemani perjalanan Anda.

2. Hindari Gula Dan Karbohidrat

Mengonsumsi banyak gula dan karbohidrat akan membuat lonjakan adrenaline selama perjalanan Anda. Sehingga hal tersebut tidak hanya membuat Anda merasa mual dan sakit, tetapi juga menjadi panik. Jika Anda ingin makan sebelum perjalanan, pilih makanan yang mengandung protein tinggi, sayuran dan rendah karbohidrat.

3. Bawa Buah Pala

Saat Anda mulai merasakan perasaan mual dan badan tidak enak dalam perjalanan, letakkan setengah biji pala di bawah lidah Anda. Buah pala bisa membuat Anda lebih tenang dan aliran darah lebih lancar. Karena itu, Anda bisa menyiapkan pala dari rumah.

4. Hisap Es Batu

Tidak ada persiapan saat mabuk datang? Minta beberapa potong kecil es batu pada pramugari. Anda bisa menghisap es batu tersebut sebagai penolong lambung Anda untuk mengencerkan asam yang menyebabkan perasaan mual.

5. Dekat Atau Jauh Dari Jendela

Jendela bisa menjadi media yang menyenangkan sekaligus menyeramkan bagi sebagian orang. Jika Anda tidak bermasalah melihat ketinggian dan senang menikmati pemandangan di bawah sana, maka Anda bisa memilih atau bertukar bangku dengan penumpang yang duduk di sebelah jendela, melihat pemandangan bisa menenangkan Anda. Tetapi bila Anda bermasalah dan takut dengan ketinggian, maka jauhkan diri Anda dari jendela, atau tutup saja jendela pesawat agar Anda tidak semakin panik dan cemas yang bisa memicu serangan mual.

Itu dia beberapa pilihan cara mengurangi serangan mabuk perjalanan selama berada di dalam pesawat terbang. Sekarang dengan berbagai persiapan, Anda tidak perlu khawatir akan serangan mabuk perjalanan dan bisa mendarat dengan tubuh yang segar. Selamat menikmati perjalanan Anda

Minggu, 26 Februari 2012

12 Tips Naik Pesawat Bersama Anak

Persiapan dan Kiat Naik Pesawat Bersama Balita. Tak sedikit orang tua mengalami stres saat mengajak balita dalam penerbangan. Karena balita yang sedang aktif tak mau tenang selama dalam perjalanan. Belum lagi timbul kerepotan-kerepotan yang lainnya. Naik pesawat bersama balita diperlukan beberapa persiapan dan kiat tersendiri. Agar acara penerbangan lancar dan menjadi kegiatan yang menyenangkan.
1. Jika Ada terbang jarak jauh dengan bayi, mintalah kursi sekat dan siapkan tempat tidur bayi sebelum penerbangan. Bassinet dapat digunakan untuk anak hingga usia 18 bulan, namun paling cocok untuk bayi di bawah delapan bulan.

2. Jika Anda sedang hamil lebih dari 24 minggu, pastikan mendapat surat keterangan dari dokter atau bidan yang menyatakan Anda layak terbang.

3. Sampailah ke bandara lebih awal sebelum penerbangan. Agar Anda tidak lari tergesa-gesa sambil menyeret banyak koper dan menggendong atau menggandeng anak karena mepet dengan jam penerbagan. Hal ini bisa menjadikan stres dan kelelahan.

4. Di dalam pesawat, jangan berharap Anda dapat membaca buku atau novel favorit, jika balita ikut serta. Anggaplah sebagai bonus jika memang Anda mendapat kesempatan tersebut.

5. Ingat, di dalam pesawat Anda tidak boleh membawa tempat air atau makanan lebih besar dari ukuran 100 ml. Susu dan makanan bayi diperbolehkan, namun Anda akan diminta untuk mencicipinya.

6. Jika membawa bayi, ambil kain gendongan dan kereta ringan – karena Anda tidak akan selalu mendapatkannya kembali saat di pintu pesawat.

7. Periksa bagasi dan hand baggage allowances di situs maskapai penerbagan Anda. Mencoba mengepak ulang dengan kepanikan di bandara bukan suatu hal yang menyenangkan.

8. Bawa popok lebih banyak, karena perubahan tekanan udara bisa mengakibatkan gangguan pada perut bayi.

9. Beri makan bayi Anda saat sudah lepas landas dan mendarat untuk mencegah sakit telinga. Anda bisa memberinya permen anak-anak atau sesuatu yang dapat mereka hisap.

10. Bawa beberapa mainan ukuran kecil, seperti kertas mewarnai atau buku bergambar. Bagi balita yang sudah lebih besar biarkan mereka bermain game komputer selama mereka suka.

11. Makanan airline masih kurang ramah untuk anak-anak dan harganya juga mahal. Bawa beberapa makanan ringan yang tidak lengket. Dan jangan membawa minuman dalam kemasan karton karena bisa menyemprot ke mana-mana dan tidak bisa ditutup kembali setelah dibuka.

12. Jika Anda membawa anak-anak kecil dalam penerbangan panjang, bawakan baju piyama untuk watu malam. Jangan terlalu kawatir tentang jet lag, anak mengalaminya lebih sedikit dibanding orang dewasa.

Bom Waktu di Industri Penerbangan Indonesia

 Agus Pambagio - detikNews
Senin, 27/02/2012 10:15 WIB 

Jakarta Perkembangan bisnis angkutan udara di Indonesia merupakan salah satu sektor yang tinggi pertumbuhannya, termasuk pertambahan jumlah armada pesawat. Pertumbuhan ini harus diikuti dengan pertumbuhan beberapa sektor industri lain yang terkait, termasuk sumber daya manusia (SDM), bandara, ground handling, dan regulasi.

Kepadatan di beberapa bandara utama di Indonesia sudah sangat mengganggu dan membahayakan keselamatan publik, termasuk penumpang, pesawat dan awak kabin. Baik yang sedang mengudara, mendarat, tinggal landas maupun yang sedang parkir atau harus segera mendapatkan perawatan di hanggar.

Diizinkannya maskapai penerbangan melakukan self handling untuk penumpang dan cargo, khususnya maskapai penerbangan low cost, sering tidak sesuai dengan standar keselamatan dan ini dapat membahayakan pesawat dan konsumen. Kurangnya sumber daya manusia (SDM) di industri penerbangan di seluruh maskapai penerbangan, bandara termasuk Air Traffic Control (ATC), dan di regulator khususnya di Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah membuat keselamatan penerbangan Indonesia dipertaruhkan. Lalu apa yang harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan industri penerbangan?

Maksimalisasi Armada dan Masalah Penunjang

Sinkronisasi antara pertumbuhan armada atau pesawat harus berbanding lurus dengan perkembangan industri penunjang penerbangan lainnya, termasuk SDM, bandara, ground handling, dan regulator. Garuda Indonesia (GA) sebagai maskapai full service dan Lion Air (LA) sebagai maskapai low cost merupakan dua (2) armada nasional yg paling pesat pertumbuhan armada pesawat barunya saat ini. Belum lagi penambahan pesawat di maskapai lainnya, seperti Citilink, Batavia Air, Wings Air, dan sebagainya.

Namun maskapai penerbangan punya masalah lain, yaitu kekurangan awak pesawat, seperti juga di dunia. Masing-masing jenis pesawat mempunyai standar jumlah awak kabin tersendiri, misalnya pesawat B 737 jenis apapun harus mempunyai awak kabin rata-rata 4 set (masing-masing 1 pilot, 1 co pilot, 1 purser dan 5 pramugari). Jadi 1 pesawat dibutuhkan 32 orang crew. Apakah maskapai dapat megejar kebutuhan awak kabin selancar memesan pesawat?

GA dan LA termasuk anak perusahaannya (Citilink dan Wings Air) di tahun 2015 saat kebijakan ASEAN Open Sky di berlakukan, akan banyak menggunakan pesawat baru dengan usia di bawah 7 tahun. Dari segi pesawat sebenarnya kedua maskapai penerbangan utama Indonesia tersebut akan siap merebut pasar regional, bersaing dengan misalnya Air Asia dari Malaysia.

Namun kendala muncul di sektor kebandarudaraan. Hampir semua bandara utama, seperti Soekarno Hatta (CGK), Surabaya (SUB), Medan (MES), Ngurah Rai (DPS), dan lain lain yang sudah melebihi daya tampung sampai 2 kali lebih saat ini.

Pertanyaan lainnya: di manakah pesawat-pesawat sebanyak itu harus mendarat dan parkir? Beberapa terminal bandara memang sedang di renovasi dan dibangun, seperti Surabaya, Denpasar, Balikpapan, Medan dan lain-lain namun landasan pacu tidak ditambah, alias hanya satu (1). Artinya keterlambatan dan keselamatan penerbangan bisa bertambah buruk mengingat jumlah pesawat terus bertambah. Apalagi jika terjadi gangguan di landasan, seperti ada pesawat tergelincir/ mogok di sepanjang landasan atau landasan dibersihkan karena rubber deposit sudah membahayakan, dan lain-lain maka banyak penerbangan akan tertunda.

Selain itu kepadatan bandara menyebabkan perawatan pesawat terhambat yang berakibat pada keterlambatan penerbangan, contohnya di CGK dan DPS. Pesawat GA di CGK jika mengalami gangguan serius, khususnya di saat kepadatan penerbangan, dan harus diperbaiki di hanggar Garuda Maintenance Facility (GMF). Pesawat harus menunggu taxiway (jalan penghubung antara landasan pacu dengan apron/tempat parkir pesawat) kosong, agar pesawat bisa ditarik masuk ke hangar. Umumnya otoritas bandara baru akan memberikan izin di atas pukul 21.00 di mana kepadatan di bandara berkurang. Bayangkan jika peswat esoknya harus terbang pada pukul 05.00 tentu kemungkinan besar akan terlambat.

Dari sisi ground handling, munculnya self handling yang banyak digunakan oleh maskapai murah juga jadi masalah, jika kita bicara keselamatan penerbangan. Peralatan yang mereka gunakan tidak standar. Banyak tangga pesawat yang ditempelkan ke pesawat secara manual dengan di dorong oleh 1 - 2 orang. Tangga jenis ini sangat rawan terguling dan merusak pesawat jika roboh tertiup angin atau salah menempelkan pada pintu pesawat.

Dari sisi SDM, baik regulator, awak pesawat dan bandara termasuk ATC sangat kurang. Padahal kebutuhan terus membesar dengan datangnya berbagai pesawat baru dan ini sangat membahayakan keselamatan penerbangan jika regulator tidak tegas dan cerdas. Dalam pelarangan terbang oleh Uni Eropa tempo hari, salah satu yang harus dipenuhi oleh regulator Indonesia, dalam hal ini DKUPPU, adalah inspektor DKUPPU karena mereka nilai sangat kurang dan itu yang menjadi salah satu penyebab amburadulnya keselamatan penerbangan Indonesia kala itu.

Langkah Cerdas yang Harus Dilakukan

Sebagai negara di mana pasar industri penerbangannya terus tumbuh, kiranya perlu ada sinkronisasi/ harmonisasi kebijakan dan aksi antara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DJU), INACA (Indonesia Air Carrier Association), PGHI (Persatuan Ground Handling Indonesia), PT Angkasa Pura (AP) I dan PT Angkasa Pura (AP) II. Ingat otoritas penerbangan kita pernah menjadi yang terburuk di dunia saat semua pesawat dengan kode registrasi PK yang dikeluarkan oleh DJU dilarang terbang melintas di Uni Eropa.

Jika tidak ada langkah cerdas dari Kementerian Perhubungan (DJU) sebagai regulator dan Kementrian BUMN sebagai pemilik sebagian besar bandara utama dan maskapai penerbangan, maka berkembangnya industri penerbangan bisa menjadi bom waktu yang maha dahsyat dari segi keselamatan penerbangan. Padahal ASEAN Open Sky Policy 2015 sudah hampir datang. Kehadiran armada pesawat baru tidak akan membuat Indonesia unggul paska diberlakukannya ASEAN Open Sky 2015 jika kondisi regulator, bandara, ground handling, SDM tidak kunjung berubah. Kita perlu pimpinan regulator yang cerdas, berani dan gila demi keselamatan dan majunya penerbangan Indonesia. Salam.

*) Agus Pambagio adalah pemerhati kebijakan publik dan perlindungan konsumen.

(vit/vit)

Bandara Adisucipto Akan Dipindah Dua lokasi dijadikan alternatif pembangunan bandara bertaraf internasional itu

Minggu, 26 Februari 2012, 07:19 WIB

VIVAnews - Dua lokasi dijadikan alternatif pembangunan bandara bertaraf internasional untuk menggantikan Bandara Adisucipto yang dinilai tidak mampu lagi didarati pesawat berbadan lebar, karena keterbatasan landasan.

Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogykarta mewacanakan pembangunan baru tersebut, di Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul dan Kecamatan Temon, Kabupaten Kulonprogo yang saat ini ditindaklanjuti dengan studi kelayakan.

Anggota Komisi V DPR, Gandung Pardiman, yang juga sebagai Ketua DPD Partai Golkar DIY merespon positif langkah itu, meski masih dalam proses studi kelayakan.

Menurut Gandung, meski enggan menyebut daerah yang sesuai untuk pembangunan bandara internasional itu, namun bila dilihat dari jarak bandara ke pusat kota, untuk lokasi di Temon butuh waktu dua jam dan di Sanden hanya butuh waktu kurang dari satu jam.
"Memang kalau dilihat dari jarak tempuh ke pusat kota, bandara dibangun di Sanden lebih dekat," katanya saat ditemui di Bantul, DIY, Sabtu.

Gandung menyatakan Yogyakarta adalah kota kecil, bukan kota industri sehingga ketika bandara dibangun ditempat yang jauh dari pusat kota akan menurunkan kunjungan ke Yogyakarta. "Ya, yang paling dekat adalah Kecamatan Sanden," ujarnya.

Jika nantinya bandara dibangun di Sanden, lanjutnya, sebagai konsekuensi masyarakat harus merelakan tanahnya untuk dibeli dengan harga yang realistis. "Kalau masyarakat minta pembebasan tanah dengan harga yang tinggi, ya dipastikan investor akan berpikir panjang," tuturnya.

Gandung menjelaskan, dalam satu bulan jikarata-rata jumlah kunjungan ke bandara mencapai antara 120 hingga 150 ribu orang. Dengan jumlah kunjungan sebanyak itu, harus diimbangi dengan pembangunan bandara baru yang memiliki infrastruktur memadai.
"Memang saat ini, bandara sudah harus segera pindah jika dilihat dari kondisi yang  semrawut di Bandara Adisucipto Yogyakarta," tuturnya.

Gandung menambahkan, keberadaan pesawat TNI yang juga menggunakan landasan pesawat komersil semakin menambah semrawutnya penerbangan di Bandara Adisucipto. "Mosok mau landing atau take off harus menunggu pesawat-pesawat capung terbang atau turun dahulu," kata dia. (adi)

Narkoba di Udara: The Leader Factor

Narkoba di Udara: The Leader Factor

Biasanya saya selalu merasa sangat nyaman mendengar suara kapten penerbangan yang berat dan berwibawa mengawali perjalanan di pesawat.Saya merasa in good hands.

Tetapi belakangan, saya selalu mempertanyakan, bagaimana kualitas sang kapten penerbangan kali ini? Saya terkenang masa kecil naik pesawat pertama kali dengan ayah saya–rasa bangga dan excitedbercampur menjadi satu.Benar-benar perjalanan yang menyenangkan dan berkesan. Sampai beberapa tahun terakhir,perjalanan via udara masih merupakan sebuah pilihan yang enjoyable.

Ada yang berbeda pada perasaan hati,saat naik pesawat pulang pergi ke Jambi minggu lalu.Saya hadir pada acara Hari Pers Nasional 2012, sebagai salah satu juri Award Jurnalistik Adinegoro. Sepanjang perjalanan saya berdoa semoga pilot pesawatnya sehat lahir dan batin. Tidak dalam pengaruh obat terlarang.Perjalanan menjadi detik-detik mendebarkan. Yang terbayang adalah wajah anak-anak saya.Lama-lama saya jadi paranoid sendiri.

Berita yang berkembang tentang gaya hidup pilot yang dekat dengan narkoba sangat menakutkan.Ini sudah bukan lagi masalah salah satu brand penerbangan,tetapi merupakan masalah industrinya.Kepercayaan terhadap kategori transportasi udara bisa menurun gara-gara dihantam badai berita ini. Boosterdari permasalahan ini adalah kasus hilangnya kontrol kendaraan oleh Afriyani di Tugu Tani dan meninggalnya Diva Whitney Houston,keduanya mempunyai asosiasi dengan narkoba.

Mungkin hanya beberapa detik saja,tetapi Afriyani tidak bisa mengendalikan mobilnya dan yang terjadi, seperti diberitakan, menimbulkan kematian sekian banyak orang. Masih lebih ringan kasus Whitney Houston,sang diva.Ia mempunyai masalah narkoba, tetapi tidak sampai merugikan orang lain. Jika itu adalah pilihan hidupnya, kita hanya dihadapkan dengan situasi, akan tetap memujanya sebagai diva atau meninggalkannya.

Tidak ada korban jiwa lain yang terseret dalam kasus Whitney. Krisis kepercayaan sedang melanda bisnis transportasi.Di segala bentuk,konsumen merasa tidak aman.Bus malam terguling,kecelakaan demi kecelakaan menghiasi halaman media.Selama perjalanan di udara,saya pandang satu persatu awak kabin dengan kacamata yang sangat berbeda dari sebelumnya.

Dulu saya selalu mempersoalkan keramahan. Faktor ini merupakan hal yang terpenting yang saya jadikan ukuran tinggi rendahnya mutu pelayanan di pesawat.Saat ini, dalam hati saya berkata,biarlah dijudesin juga boleh,asalkan mereka positif bebas narkoba. Customer valuebergeser.

Dan ini yang harus diikuti secara terus menerus oleh pemilik brand,terutama yang bergerak di bidang industri jasa.BenefitAMAN yang awalnya tidak menjadi perhatian karena dianggap sudah dianggap mandatory - pasti,sekarang mulai menjadi sebuah benefit yang mendapat perhatian khusus dari masyarakat. Konsumen semakin jeli dalam menilai,sejauh mana perusahaan transportasi memastikan keamanan perjalanannya.

The Leader Factor

Di media,para pengamat dan analis menyatakan banyaknya faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan belakangan ini.Faktor kendaraan yang sudah tidak layak (fasilitas/physical evidence),faktor tidak adanya sistem prosedur yang jelas (process), hingga faktor manusianya (people).Bisa salah satu atau gabungan dari kesemua faktor.

Dalam pemasaran jasa transportasi, baru sekarang terasa bahwa keamanan bukan saja terletak pada fasilitas kendaraannya, yaitu semakin canggih mesin dan disain pesawat, dan seberapa besar alokasi biaya untuk perawatan pesawat.Yang harus dikontrol secara ketat adalah people-nya.Pesawat secanggih apa pun akan tergantung kepada siapa yang mengendalikannya. Karena itu,faktor peopleharus mendapat perhatian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan faktor fasilitas dan faktor sistem kerjanya.

Apalah artinya sebuah pesawat yang mempunyai fasilitas hiburan tercanggih di dunia apabila tidak ada jaminan keselamatan yang disebabkan oleh kelalaian manusianya? Ada dua kategori people, yang pertama adalah leader, yang merupakan the invisible peopledan yang kedua adalah contact personnel,yaitu orangorang yang dalam pekerjaannya bertemu secara langsung,kontak dengan konsumen. Dalam kasus ditangkapnya pemimpin penerbangan karena narkoba,saya semakin yakin,bahwa faktor leader ini telah luput dari perhatian perusahaan.

Manajemen disibukkan dengan peningkatan fasilitas dan pelayanan,sentral pada kualitas contact personnel. Manajemen melupakan bahwa the leader factorharus mendapat perhatian beberapa kali lipat daripada the contact personnel factor.Leaderyang baik akan mengajak para krunya untuk menjadi baik. Sebaliknya,staf yang baik biasanya akan frustrasi atau ikut berubah menjadi buruk saat leader-nya bermasalah.

Leaderadalah role model dari para bawahannya.Ia akan memastikan bahwa customer experiencedari mulai naik ke pesawat hingga berada di udara dan mendarat di tempat yang dituju,semuanya merupakan pengalaman yang menyenangkan.truly the memorable experience. Seorang kapten penerbangan akan berpikir beribu kali untuk terlibat narkoba saat berpikir secara jernih,bahwa 50% dari kunci kesuksesan service encounter atau pemberian jasa kepada konsumennya ada di tangannya.

Perusahaan Lengah

Tentunya,perusahaan sudah membuat aturan yang sangat ketat tentang penggunaan narkoba untuk pengemudi kendaraan,karena di dalam aturan itu terkandung keselamatan publik.Yang menjadi pertanyaan adalah berapa tinggi komitmen untuk menjalankan aturan tersebut. Mengapa harus ada campur tangan pihak eksternal untuk menyadarkan adanya penyalahgunaan narkoba pada pemimpin penerbangan.

Jadi, ke mana saja manajemennya selama ini? Sangat disayangkan deteksi internal kurang berjalan.Perusahaan telah lengah.Faktor utama bermuara dari kualitas leadernya terlebih dahulu.Jalan pintas untuk mengembalikan kepercayaan penumpang adalah komitmen perusahaan untuk membersihkan jajarannya dari the problematic leaders.Kapten penerbangan harus dijamin bersih.





(Harian Seputar Indonesia)

Mengapa Tak Boleh Nyalakan Ponsel di Pesawat?

KETIKA naik pesawat, Anda akan diminta mematikan ponsel, laptop, iPad, iPod, eReaders, dan perangkat elektronik lainnya. Sebenarnya, dapatkah ponsel benar-benar menimbulkan ancaman keselamatan di pesawat?

Jawabannya adalah bahwa itu sangat tidak mungkin, tapi juga mungkin. Pada 1991, US Federal Aviation Administration (FAA) dan Komisi Komunikasi Federal (FCC) menetapkan bahwa perangkat elektronik bisa mengirim sinyal yang akan mengganggu peralatan pesawat. Terbukti pula bahwa semua perangkat elektronik harus dimatikan sampai pesawat berada di atas 10.000 kaki.

Menurut lembar fakta yang dikeluarkan FAA, terlalu banyak sinyal radio yang dilepaskan, padahal awak kokpit perlu fokus pada tugas keberangkatan. FAA percaya bahwa setiap penggunaan di dataran rendah dapat mengganggu dan menjadi bahaya keamanan. Bahkan jika ada panggilan masuk, daya ponsel akan mengirimkan semburan energi berbahaya.

"Perangkat elektronik portabel dirancang untuk memancarkan dan menerima sinyal yang dapat ditangkap oleh salah satu antenna. Anda akan melihat ini banyak melekat pada pesawat penumpang modern," tutur Gregg Overman, Direktur Komunikasi FAA. "Antena mengirimkan sinyal ke kabel yang terhubung ke sistem utama, seperti autopilot, instrumentasi kokpit, dan sebagainya.”

Ia menambahkan, dalam lingkungan bandara dengan banyak pesawat terbang, aturan ini berguna memaksimalkan tingkat lalu lintas keluar dan masuk bandara. Setiap penyimpangan rute akan berdampak bagi penumpang.

“Penumpang perlu mengakui bahwa larangan penggunaan perangkat elektronik portabel adalah untuk alasan yang baik," ujarnya.

Mungkin Anda bertanya-tanya, jika kemungkinan begitu banyak ponsel yang diaktifkan selama lepas landas dan mendarat, mengapa belum ada pesawat jatuh akibat hal tersebut? Banyak pendapat lain mengatakan bahwa sangat sedikit penelitian untuk menentukan apakah larangan perangkat elektronik selama lepas landas dan mendarat harus benar-benar ditegaskan, dan penelitian lebih lanjut tidak mungkin dilakukan. Sementara dari sudut pandang maskapai penerbangan, meminta penumpang mematikan perangkat elektronik tidak lebih dari 30 menit setiap penerbangan akan menjadi cara yang jauh efisien biaya.

Ada pengecualian untuk aturan lain, menurut FAA. Peraturan khusus alat bantu dengar dibebaskan, perekam suara portabel, alat pacu jantung, dan alat cukur listrik karena mereka tidak mengeluarkan sinyal yang mungkin mengganggu sistem pesawat.


(Okezone)

Mau Duduk Sendiri di Pesawat? Bisa Kok!

SERING merasa tidak nyaman dengan teman duduk saat berada di pesawat? Saat Anda membutuhkan waktu sendiri, membeli tiket ekstra agar kursi di samping tetap kosong tentu perlu biaya mahal. Kini, ada cara untuk mewujudkannya.

Beberapa maskapai memberikan para penumpangnya pilihan untuk duduk sendiri dengan harga yang lebih murah. Misalnya, program yang diluncurkan Air Asia bertajuk "Empty Seat Option", yang membolehkan penumpang membiarkan kursi di sebelah mereka tetap kosong dengan membayar sejumlah biaya.

Prosedurnya, penumpang membuat permintaan untuk mengosongkan kursi di sebelahnya lewat situs Optiontown, lalu membayar biaya pendaftaran sebesar USD1. Harga kursi kosong tersebut bervariasi, tergantung waktu penerbangan dan tujuannya. Jika tersedia, penumpang akan mendapat pesan konfirmasi 72 jam sebelum penerbangan.

"Kami menawarkan mereka pilihan untuk membeli hanya apa yang dibutuhkan, untuk menambah kenyamanan penumpang," tutur Azran Osman-Rani, CEO Air Asia, seperti dilansir Msnbc, Kamis (23/2/2012).

Dia menambahkan, sejauh ini program tersebut mendapat respon positif, dan kemungkinan akan segera dikembangkan lagi dalam waktu dekat.

"Ini tentang membuat nyaman penumpang dengan banyak pilihan," kata Raymond Kollau, pendiri Airlinetrends, sebuah situs riset konsumen penerbangan. "Seperti KLM yang menyediakan program agar penumpang bisa memilih teman duduknya di pesawat, Air Asia lewat program ini membuat suatu cara untuk bisa memuaskan penumpang yang butuh waktu sendiri di pesawat," imbuhnya.

Maskapai lain juga menawarkan produk sejenis. Maskapai milik Selandia Baru, New Zealand Air mengeluarkan program "Twin Seat", yang memberikan kesempatan bagi penumpang untuk membeli kursi di samping kursi mereka dengan harga murah.



(Okezone)