Minggu, 26 Februari 2012

Narkoba di Udara: The Leader Factor

Narkoba di Udara: The Leader Factor

Biasanya saya selalu merasa sangat nyaman mendengar suara kapten penerbangan yang berat dan berwibawa mengawali perjalanan di pesawat.Saya merasa in good hands.

Tetapi belakangan, saya selalu mempertanyakan, bagaimana kualitas sang kapten penerbangan kali ini? Saya terkenang masa kecil naik pesawat pertama kali dengan ayah saya–rasa bangga dan excitedbercampur menjadi satu.Benar-benar perjalanan yang menyenangkan dan berkesan. Sampai beberapa tahun terakhir,perjalanan via udara masih merupakan sebuah pilihan yang enjoyable.

Ada yang berbeda pada perasaan hati,saat naik pesawat pulang pergi ke Jambi minggu lalu.Saya hadir pada acara Hari Pers Nasional 2012, sebagai salah satu juri Award Jurnalistik Adinegoro. Sepanjang perjalanan saya berdoa semoga pilot pesawatnya sehat lahir dan batin. Tidak dalam pengaruh obat terlarang.Perjalanan menjadi detik-detik mendebarkan. Yang terbayang adalah wajah anak-anak saya.Lama-lama saya jadi paranoid sendiri.

Berita yang berkembang tentang gaya hidup pilot yang dekat dengan narkoba sangat menakutkan.Ini sudah bukan lagi masalah salah satu brand penerbangan,tetapi merupakan masalah industrinya.Kepercayaan terhadap kategori transportasi udara bisa menurun gara-gara dihantam badai berita ini. Boosterdari permasalahan ini adalah kasus hilangnya kontrol kendaraan oleh Afriyani di Tugu Tani dan meninggalnya Diva Whitney Houston,keduanya mempunyai asosiasi dengan narkoba.

Mungkin hanya beberapa detik saja,tetapi Afriyani tidak bisa mengendalikan mobilnya dan yang terjadi, seperti diberitakan, menimbulkan kematian sekian banyak orang. Masih lebih ringan kasus Whitney Houston,sang diva.Ia mempunyai masalah narkoba, tetapi tidak sampai merugikan orang lain. Jika itu adalah pilihan hidupnya, kita hanya dihadapkan dengan situasi, akan tetap memujanya sebagai diva atau meninggalkannya.

Tidak ada korban jiwa lain yang terseret dalam kasus Whitney. Krisis kepercayaan sedang melanda bisnis transportasi.Di segala bentuk,konsumen merasa tidak aman.Bus malam terguling,kecelakaan demi kecelakaan menghiasi halaman media.Selama perjalanan di udara,saya pandang satu persatu awak kabin dengan kacamata yang sangat berbeda dari sebelumnya.

Dulu saya selalu mempersoalkan keramahan. Faktor ini merupakan hal yang terpenting yang saya jadikan ukuran tinggi rendahnya mutu pelayanan di pesawat.Saat ini, dalam hati saya berkata,biarlah dijudesin juga boleh,asalkan mereka positif bebas narkoba. Customer valuebergeser.

Dan ini yang harus diikuti secara terus menerus oleh pemilik brand,terutama yang bergerak di bidang industri jasa.BenefitAMAN yang awalnya tidak menjadi perhatian karena dianggap sudah dianggap mandatory - pasti,sekarang mulai menjadi sebuah benefit yang mendapat perhatian khusus dari masyarakat. Konsumen semakin jeli dalam menilai,sejauh mana perusahaan transportasi memastikan keamanan perjalanannya.

The Leader Factor

Di media,para pengamat dan analis menyatakan banyaknya faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan belakangan ini.Faktor kendaraan yang sudah tidak layak (fasilitas/physical evidence),faktor tidak adanya sistem prosedur yang jelas (process), hingga faktor manusianya (people).Bisa salah satu atau gabungan dari kesemua faktor.

Dalam pemasaran jasa transportasi, baru sekarang terasa bahwa keamanan bukan saja terletak pada fasilitas kendaraannya, yaitu semakin canggih mesin dan disain pesawat, dan seberapa besar alokasi biaya untuk perawatan pesawat.Yang harus dikontrol secara ketat adalah people-nya.Pesawat secanggih apa pun akan tergantung kepada siapa yang mengendalikannya. Karena itu,faktor peopleharus mendapat perhatian yang jauh lebih besar dibandingkan dengan faktor fasilitas dan faktor sistem kerjanya.

Apalah artinya sebuah pesawat yang mempunyai fasilitas hiburan tercanggih di dunia apabila tidak ada jaminan keselamatan yang disebabkan oleh kelalaian manusianya? Ada dua kategori people, yang pertama adalah leader, yang merupakan the invisible peopledan yang kedua adalah contact personnel,yaitu orangorang yang dalam pekerjaannya bertemu secara langsung,kontak dengan konsumen. Dalam kasus ditangkapnya pemimpin penerbangan karena narkoba,saya semakin yakin,bahwa faktor leader ini telah luput dari perhatian perusahaan.

Manajemen disibukkan dengan peningkatan fasilitas dan pelayanan,sentral pada kualitas contact personnel. Manajemen melupakan bahwa the leader factorharus mendapat perhatian beberapa kali lipat daripada the contact personnel factor.Leaderyang baik akan mengajak para krunya untuk menjadi baik. Sebaliknya,staf yang baik biasanya akan frustrasi atau ikut berubah menjadi buruk saat leader-nya bermasalah.

Leaderadalah role model dari para bawahannya.Ia akan memastikan bahwa customer experiencedari mulai naik ke pesawat hingga berada di udara dan mendarat di tempat yang dituju,semuanya merupakan pengalaman yang menyenangkan.truly the memorable experience. Seorang kapten penerbangan akan berpikir beribu kali untuk terlibat narkoba saat berpikir secara jernih,bahwa 50% dari kunci kesuksesan service encounter atau pemberian jasa kepada konsumennya ada di tangannya.

Perusahaan Lengah

Tentunya,perusahaan sudah membuat aturan yang sangat ketat tentang penggunaan narkoba untuk pengemudi kendaraan,karena di dalam aturan itu terkandung keselamatan publik.Yang menjadi pertanyaan adalah berapa tinggi komitmen untuk menjalankan aturan tersebut. Mengapa harus ada campur tangan pihak eksternal untuk menyadarkan adanya penyalahgunaan narkoba pada pemimpin penerbangan.

Jadi, ke mana saja manajemennya selama ini? Sangat disayangkan deteksi internal kurang berjalan.Perusahaan telah lengah.Faktor utama bermuara dari kualitas leadernya terlebih dahulu.Jalan pintas untuk mengembalikan kepercayaan penumpang adalah komitmen perusahaan untuk membersihkan jajarannya dari the problematic leaders.Kapten penerbangan harus dijamin bersih.





(Harian Seputar Indonesia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar